Senin, 31 Mei 2010

Standar Pengelolaan Pendidikan

             LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

                NOMOR 19 TAHUN 2007 TANGGAL 23 Mei 2007

                     STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN

               OLEH SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH


A. PERENCANAAN PROGRAM


    1. Visi Sekolah/Madrasah


   1. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan visi serta  mengembangkannya.
   2. Visi sekolah/madrasah:

         a. dijadikan sebagai citacita bersama warga sekolah/madrasah
         b. mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan
    3. dirumuskan berdasar masukan dari berbagai warga sekolah/madrasah       
    4. diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala Sekolah/madrasah
    5. disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak   yang berkepentingan
    6. ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan


2. Misi Sekolah/Madrasah


   1. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan misi serta  mengembangkannya.
   2. Misi sekolah/madrasah

       memberikan arah dalam mewujudkan visi sekolah/madrasah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional
 

3. Tujuan Sekolah/Madrasah


   1. Sekolah/Madrasah merumuskan dan menetapkan tujuan serta  mengembangkannya.
   2. Tujuan sekolah/madrasah:

       a. menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam  jangka menengah (empat tahunan)
       b. mengacu pada visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional  serta relevan dengan kebutuhan masyarakat
       c. mengacu pada standar kompetensi lulusan yang sudah Ditetapkan oleh sekolah/madrasah d
     


4. Rencana Kerja Sekolah/Madrasah

      Rencana kerja tahunan memuat ketentuan yang jelas mengenai:

       *. Kesiswaan
       *. kurikulum dan kegiatan pembelajaran
       *. pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya
       *. sarana dan prasarana
       *. keuangan dan pembiayaan
       *. budaya dan lingkungan sekolah
       *. peran serta masyarakat dan kemitraan
       *. rencana rencana kerja lain yang mengarah kepada peningkatan   dan pengembangan mutu.


B. PELAKSANAAN RENCANA KERJA


1. Pedoman Sekolah/Madrasah 

2. Struktur Organisasi Sekolah/Madrasah

    1.  sistem  penyelenggaraan dan administrasi yang diuraikan secara jelas dan  transparan.
    2. Semua pimpinan, pendidik, dan tenaga kependidikan mempunyai  uraian tugas, wewenang
  
3. Pelaksanaan Kegiatan Sekolah/Madrasah

4. Bidang Kesiswaan

5. Bidang Kurikulum dan Kegiatan Pembelajaran


   1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

   2. Kalender Pendidikan

   3. Program Pembelajaran

   4. Peraturan Akademik


6. Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan

7. Bidang Sarana dan Prasarana


8. Bidang Keuangan dan Pembiayaan


9. Budaya dan Lingkungan Sekolah/Madrasah


10.Peranserta Masyarakat dan Kemitraan Sekolah/Madrasah


   1. Sekolah/Madrasah melibatkan warga dan masyarakat pendukung
   2. Warga sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan akademik.
   3. Masyarakat pendukung sekolah/madrasah dilibatkan dalam   pengelolaan nonakademik.
   4. Keterlibatan peran serta warga sekolah/madrasah dan masyarakat   dalam pengelolaan
   5. Setiap sekolah/marasah menjalin kemitraan dengan lembaga lain  yang relevan
   6. Kemitraan sekolah/madrasah dilakukan dengan lembaga pemerintah  atau nonpemerintah.


C. PENGAWASAN DAN EVALUASI

1. Program Pengawasan

    1. Sekolah/Madrasah menyusun program pengawasan secara obyektif,
    2. Penyusunan program pengawasan di sekolah/madrasah didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan.
    3. Program pengawasan disosialisasikan ke seluruh pendidik dan  tenaga kependidikan.
   4. Pengawasan pengelolaan sekolah/madrasah meliputi pemantauan  
 

2. Evaluasi Diri

   1. Sekolah/Madrasah melakukan evaluasi diri terhadap kinerja  sekolah/madrasah.
   2. Sekolah/Madrasah menetapkan prioritas indikator untuk mengukur, menilai kinerja, dan melakukan perbaikan dalam rangka pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan.
 

3. Evaluasi dan Pengembangan KTSP

Proses evaluasi dan pengembangan KTSP dilaksanakan secara:

   1. Komprehensif dan fleksibel
   2. berkala untuk merespon perubahan kebutuhan peserta didik
   3. integrative dan monolitik s
   4. menyeluruh dengan melibatkan berbagai pihak

4. Evaluasi, Pendayagunaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan


5. Akreditasi Sekolah/Madrasah


D. KEPEMIMPINAN SEKOLAH/MADRASAH


E. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN


F. PENILAIAN KHUSUS


    Keberadaan sekolah/madrasah yang pengelolaannya tidak mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan dapat memperoleh pengakuan Pemerintah atas dasar rekomendasi BSNP.


PERMASALAHAN

    Saat ini masih banyak rakyat Indonesia yang berada dibawa garis kemiskinan. Bagi mereka, pendidikan erupakan hal yang mahal. Padahal anak – ank bangsa memiliki hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka penggembangan sesuai minat dan bakat. Oleh karena itu dibutuhkan agar masyarakat dapat memperoleh pendidikan yang layak guna menigkatkan kesejahteraannya. Standar pengelolaan pendidikan dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, untuk meningkatkan kualitas pendidikan memanglah membutuhkan dana yang cukup besar, berdasarkan UUD 45 pasal 31 diuraikan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan , dan pemerintah yang mengusahakan dan menyelenggarakan suatu system pengajaran nasional yang. Dalam meningkatkan kualitas dari pendidikan pemerintah mengeluarkan UU RI No 9 Tahun 2009 tentang badan hokum pendidikan. Undang – undang ini dibuat dengan tujuan mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diperlukan otonomi dalam pengelolaan pendidikan formal dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah pada pendidikan dasar dan menengah, serta otonomi perguruan tinggi pada pendidikan tinggi. Namun isi dari kebjakan dalam undang – undang ini menimbulkan sebuah permasalahan, dimana pada UU BHP berisi pasal – pasal yang memberikan otonomi pengelolaan setiap satuan pendidikan, hal ini termasuk otonomi kampus untuk mengelola keuangan dan mencari dana diluar APBN. Dana ini biasanya diperoleh pihak universitas dari kerjasama dengan pihak swasta ataupun dari biaya kuliah mahsiswa. Dengan undang – undang ini tak heran bila biaya untuk dapat mengenyam bangku pendidikan di tingkat perguruan tinggi sangatlah mahal, dimana masyarakat Indonesia yang masih banyak berada di bahwah garis kemisikinan akan semakin sulit untuk memperoleh pendidikan tinggi.

Dengan UU BHP ini menjadikan institusi pendidikan menyerupai pasar yang berdasarkan keuntungan, hal ini jauh dari tujuan mendasar pendidikan Indonesia yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bila ditelaah secara mendalam undang – undang ini sangatlah bertolak belakang UUD 45 yang merupakan dasar dari Negara kita. Dimana pada UUD 45 pada pasal 31 yang menjelaskan bahwa pemerintah memilliki tanggunj jawab dalam penyelenggaraan pendidikan, dengan UU BHP hal ini mangesankan pemerintah yang ingin melepas tanggung jawabnya dalam penyelenggaran pendidikan. Pendidikan yang harusnya dapat diperoleh oleh masyarakat setinggi mungkin menjadi terhambat karena biaya pendidikan yang melambung tinggi.


UU BLU tidaklah jauh berbeda denga UU BHP, undang undang ini memberikan kebebasan pada perguruan tinggi dalam mengatur perbendaharaan kasnya. Pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Praktik bisnis yang sehat. UU BLU memungkinkan pihak perguruan tinggi untuk memperoleh sector pendanaan diluar mahasiswa, misalkan saja dengan menetapkan biaya sewa gedung, ataupun perparkiran, saran dan prasarana memanglah juga berpengaruh pada peningkatan mutu dari satuan pendidikan, namun dengan UU BLU peningkatan sarana dan prasaran dijadikan lahan untuk meraup keuntungan guna meningkatkan keuangan dari perguruan tinggi, dan seperti yang kita ketahui kualitas dari perguruan tinggi tidak hanya dilihat dari fasilitas yang tersedia tetapi juga dari jumlah riset yang dilakukan. Nampaknya pemerintah haruslah lebih bijaksana dalam membuat keebijakan – kebikjakan dalam mengembangkan mutu pendidikan Indonesia.

Minggu, 30 Mei 2010

Standar Penilaian Pendidikan

Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta didik dilaksanakan berdasarkan standar penilaian pendidikan yang berlaku secara nasional. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik

Prinsip Penilaian

Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.

2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas dan tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.

3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.

4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

6. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai. Hal ini dilakukan untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.

7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.

8. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.

9. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.




Standar Penilaian Pendidikan yang relevan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi :

a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik.

b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan.

c. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.


A. Penilaian hasil belajar oleh pendidik

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesi-nambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil, dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian tersebut di atas digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik, dan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, serta untuk memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui :

a. pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik.

b. ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.

Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau ben- tuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan dilakukan melalui :

a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk

menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik.

b. Ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.


B. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan

Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan merupakan peni- laian akhir yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk menen- tukan kelulusan peserta didik, dengan mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik. Penilaian tersebut bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk se- mua mata pelajaran, yang dilakukan melalui Ujian Sekolah (US). Peserta didik yang mengikuti Ujian Sekolah harus mendapatkan nilai sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh BSNP.


C. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah

Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pe- lajaran tertentu dalam bentuk Ujian Nasional (UN).

Hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk :

a. Pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan.

b. Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.

c. Penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan.

d. Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.


Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan dasar dan menengah setelah :

a. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran.

b. Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran.

c. Lulus Ujian Sekolah (US).

d. Lulus Ujian Nasional (UN).


Teknik dan Instrumen Penilaian

Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik;

• Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja;

• Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan atau di luar kegiatan pembelajaran;

• Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan atau proyek;

Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan:

(a) substansi, adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai,

(b) konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan,

(c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.

Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dan pemerintah dalam bentuk ujian sekolah atau madrasah harus memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, dan bahasa, serta memiliki bukti validitas empirik. Sedangkan instrumen penilaian yang digunakan oleh pernerintah dalam bentuk UN memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti validitas empirik serta menghasilkan skor yang dapat diperbandingkan antarsekolah, antardaerah, dan antar tahun.

Standar Pembiayaan Pendidikan



Pembiayaan pendidikan telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV) yang menyatakan bahwa “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”
Partisipasi masyarakat dalam pendidikan berbasis masyarakat adalah dengan berperan serta dalam pengembangan, pelaksanaan kurikulum, dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sistem pembiayaan pendidikan merupakan proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah. Sistem pembiayaan pendidikan sangat bervariasi tergantung dari kondisi masing-masing negara seperti kondisi geografis, tingkat pendidikan, kondisi politik pendidikan, hukum pendidikan, ekonomi pendidikan, program pembiayaan pemerintah dan administrasi sekolah.
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.

               Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap
Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

               Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
·                     Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
·                     Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
·                     Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya
Menurut Levin (1987) pembiayaan sekolah adalah proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah di berbagai wilayah geografis dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda.
Menurut J. Wiseman (1987) terdapat tiga aspek yang perlu dikaji dalam melihat apakah pemerintahan perlu terlibat dalam masalah pembiayaan pendidikan:
• Kebutuhan dan ketersediaan pendidikan terkait dengan sektor pendidikan dapat dianggap sebagai salah satu alat perdagangan dan kebutuhan akan investasi dalam sumberdaya manusia/human capital
• Pembiayaan pendidikan terkait dengan hak orang tua dan murid untuk memilih menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang akan berdampak pada social benefit secara keseluruhan
• Pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan
Pengukuran biaya pendidikan seringkali menitikberatkan kepada ketersediaan dana yang ada namun secara bersamaan seringkali mengabaikan adanya standar minimal untuk melakukan pelayanan pendidikan. Perhitungan biaya pendidikan berdasarkan pendekatan kecukupan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya:
• Besar kecilnya sebuah institusi pendidikan
• Jumlah siswa
• Tingkat gaji guru (karena bidang pendidikan dianggap sebagai highly labour intensive)
• Rasio siswa dibandingkan jumlah guru
• Kualifikasi guru
• Tingkat pertumbuhan populasi penduduk (khususnya di negara berkembang)
• Perubahan dari pendapatan (revenue theory of cost)

Standar Proses Pendidikan



Standar adalah kesepakatan-kesepakatan yang telah didokumentasikan yang di dalamnya terdiri antara lain mengenai spesifikasi-spesifikasi teknis atau kriteria-kriteria yang akurat yang digunakan sebagai peraturan, petunjuk, atau definisi-definisi tertentu untuk menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah dinyatakan.
Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain, yang mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil.
Pendidikan adalah segala usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Standar Proses Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu bentuk teknis yang merupakan acuan atau kriteria yang dibuat secara terencana atau didesain dalam pelaksanaan pembelajaran.
Dasar hukum yang mengatur standar proses pendidikan terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
1. Komponen-komponen dalam Standar Proses Pendidikan
A.                 Perencanaan Proses Pembelajaran
Silabus
Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Komponen RPP adalah:
1. Identitas mata pelajaran
2. Standar kompetensi
3. Kompetensi dasar
4. Indikator pencapaian kompetensi
5. Tujuan pembelajaran
6. Materi ajar
7. Alokasi waktu
8. Metode pembelajaran
9. Kegiatan pembelajaran
a. Pendahuluan
b. Inti
c. Penutup
10. Sumber belajar
11. Penilaian hasil belajar
Prinsip-prinsip Penyusunan RPP
1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik
3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis
4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
5. Keterkaitan dan keterpaduan
6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
Penempatan Peserta Didik
Penempatan peserta didik pada tingkatan tertentu selaras dengan yang akan diikuti dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
1. Hasil pendidikan terakhir yang telah dicapai, dibuktikan dengan dokumen resmi seperti rapor dan/atau ijazah.
2. Pengalaman belajar peserta didik yang dapat dibuktikan melalui portofolio, dan tes penempatan oleh lembaga yang berwenang.

B.                 Pelaksanaan Proses Pembelajaran
Syarat-syarat terlaksananya suatu proses pembelajaran.
a. Rombongan belajar
Jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan be¬lajar adalah:
1) SD/MI : 28 peserta didik
2) SMP/MT : 32 peserta didik
3) SMA/MA : 32 peserta didik
4) SMK/MAK : 32 peserta didik.
b. Beban kerja minimal guru
guru memiliki beban kerja yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pem¬belajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksana¬kan tugas tambahan sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
c. Buku teks pelajaran
d. Pengelolaan kelas
guru mengatur tempat duduk sesuai dengan ka¬rakteristik peserta didik dan mata pelajaran.
Pelaksanaan Pembelajaran
1. Pembelajaran Tatap Muka
2. Kegiatan Tutorial
3. Kegiatan Mandiri

PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN
Penilaian dilakukan oleh pendidik terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.

PENGAWASAN PROSES PEMBELAJARAN
A. Pemantauan
B. Supervisi
C. Evaluasi
D. Pelaporan

Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan

Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan

Sarana adalah fasilitas-fasilitas yang digunakan secara langsung untuk menunjang kegiatan belajar dan belajar agar tujuan pembelajaran tercapai. Sedangkan prasarana pendidikan adalah segala macam alat, perlengkapan, atau benda-benda yang dapat digunakan untuk memudahkan (membuat nyaman) pelaksanaan pendidikan.

Standar sarana dan prasarana pendidikan memiliki 2 tujuan, yakni:
1. Mewujudkan situasi dan kondisi sekolah yang baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
2. Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi dalam pembelajaran.
Jenis Sarana
1. Berdasarkan hubungan dengan proses belajar dan mengajar
• Secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Contohnya yaitu meja, kursi.
• Secara tidak langsung, contohnya yaitu loker, arsip.
2. Berdasarkan fungsi dan peranan
• Alat pelajaran : buku pelajaran
• Alat peraga : anatomi tubuh, globe
• Media pengajaran : papan tulis, LCD proyektor

Jenis Prasarana
Dibagi menjadi:
1. Prasarana yang digunakan secara langsung untuk proses belajar dan mengajar, contohnya ruang kelas, lab.
2. Prasarana yang keberadaannya tidak digunakan secara langsung untuk proses belajar dan mengajar contohnya yaitu jalan.

Sarana dan Prasarana Sekolah memiliki kriteria minimum. Beberapa Kriteria Minimum Sarana dan Prasarana:
a. Lahan
b. Bangunan

Setiap sekolah memiliki administrasi Sarana dan Prasarana yang merupakan kesaeluruhan pengadaan, pendaya gunaan dan pengawasan terhadap sarana dan prasarana. Kegiatan dalam administrasi sarana dan prasarana pendidikan meliputi:
1. Perencanaan (Merupakan kegiatan penyusunan daftar sarana dan prasarana yang dibutuhkan sekolah.)
2. Pengadaan sarana dan prasarana
    Merupakan kegiatan menghadirkan sarana dan prasarana untuk menunjang proses belajar mengajar.
3. Penyimpanan
    Merupakan kegiatan pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan persediaan sarana dan prasarana di    gudang.
4. Inventarisasi
    Inventarisasi merupakan kegiatan melaksanakan pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan dan pencatatan barang-barang yang menjadi milik sekolah bersangkutan.
5. Pemeliharaan
    Kegiatan pemeliharaan meliputi:
    a. Perawatan
    b. Pencegahan kerusakan
    c. Penggantian ringan
6. Penghapusan
    Penghapusan ialah kegiatan meniadakan barang-barang milik Negara/daerah dari daftar inventaris karena barang tersebut dianggap sudah tidak mempunyai nilai guna atau sudah tidak berfungsi lagi atau pemeliharaannya sudah terlalu mahal.
7. Pengawasan
    merupakan kegiatan pengamatan, pemerikasaan dan penilaian terhadap pelaksanaan administrasi sarana dan prasarana sekolah untuk menghindari penggelapan, penyimpangan atau penyalahgunaan. Dan mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana tersebut.

Sabtu, 29 Mei 2010

AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH




I. Definisi Akreditasi Sekolah/Madrasah 
Akreditasi sekolah/madrasah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah/madrasah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.
Akreditasi ini pada dasarnya dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah BAN-S/M. Hasil dari akreditasi tersebut diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan. Serta diberikan sertifikat kelayakan dari BAN-S/M sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sekolah yang terakreditasi diperingkat menjadi tiga klasifikasi, yaitu: 
A → Amat Baik
B → Baik
C → Cukup Baik

Sedangkan sekolah yang tingkat kelayakannya kurang dari cukup, dikategorikan belum terakreditasi.  Sekolah yang nilainya kurang dari C, dinyatakan tidak terakreditasi dan tidak diberi sertifikat. Sekolah yang nilainya kurang dari B tidak berhak untuk mengeluarkan Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) bagi para siswanya. Status akreditasi ini berlaku selama kurun waktu 5 tahun setelah dikeluarkannya surat keputusan. Namun setelah kurun waktu 5 tahun tersebut, sekolah/madarasah harus melakukan pengujian akreditasi ulang.
Sampai saat ini, setiap sekolah/madrasah berusaha untuk mendapatkan peringkat akreditasi A atau setidaknya B. Berarti dengan kata lain, sekolah/madrasah tersebut menginginkan adanya pengakuan bahwa mereka memiliki tingkat kelayakan yang jauh atau setidaknya sama dengan standar yang berlaku. Namun, jika masih ada sekolah yang tingkat kelayakannya masih dibawah standar, maka harus dilakukan beberapa tindakan, yaitu :
a)      Melakukan penetapan akreditasi sekolah/madrasah yang digunakan sebagai tolak ukur/kriteria yang akan dicapai. Karena sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari sejumlah komponen yang saling terkait, maka perlu dilakukan penetapan terlebih dahulu.
b)      Menilai kinerja dan kelayakan sekolah/madrasah melalui tindakan membandingkan masing-masing sekolah/madrasah menurut kenyataan dengan standar yang telah ditetapkan masing-masing sekolah/madrasah tersebut.


      I.      Dasar Hukum Akreditasi Sekolah/Madrasah

Akreditasi sekolah/madrasah merupakan suatu hal yang penting. Karena akreditasi merupakan salah satu upaya untuk mengukur kelayakan suatu sekolah/madrasah. Selain itu, sebagai upaya untuk menjamin kualitas suatu sekolah/madarasah. Sehingga, untuk mengatur itu semua, diperlukan dasar hukum yang jelas. Dasar hukum kebijakan dan pedoman akreditasi sekolah/madrasah adalah sebagai berikut :

1.            Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional.
2.            Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional.
3.            Peraturan Mendiknas Nomor 29 Tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasioanal Sekolah/ Madrasah.
4.            Keputusan Mendiknas Nomor 064/P/2006 tentang Pengangkatan Anggota Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah, dan Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal.
5.            Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi.
6.            Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
7.            Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
8.            Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
9.            Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan.
10.        Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
11.        Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana.
12.        Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
13.        Permendiknas Nomor 24 tahun 2008 tentang Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah.
14.        Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan.
15.        Permendiknas Nomor 26 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Laboratorium.
16.        Permendiknas Nomor 52 Tahun 2008 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi SMA/MA.
17.        Permendiknas Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi SD/MI.
18.        Pemendiknas Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi SMP/MTs.
19.        Permendiknas Nomor 13 Tahun 2009 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi SMK/MAK.
     
                                                            
Pada Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (2) tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) perlu dilakukan tiga program terintegrasi yaitu evaluasi, akreditasi dan sertifikasi. Proses evaluasi terhadap seluruh aspek pendidikan harus diarahkan pada upaya untuk menjamin terselenggaranya layanan pendidikan bermutu dan memberdayakan mereka yang dievaluasi sehingga menghasilkan lulusan pendidikan sesuai standar yang ditetapkan. Standarisasi pendidikan memiliki makna sebagai upaya penyamaan arah pendidikan secara nasional yang mempunyai keleluasaan dan keluwesan dalam implementasinya. SNP harus dijadikan acuan oleh pengelola pendidikan, dan di sisi lain menjadi pendorong tumbuhnya inisiatif dan kreativitas untuk mencapai standar minimal yang ditetapkan. 
Penegasan tentang pentingnya akreditasi dapat dilihat pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), BAB XVI Bagian Kedua Pasal 60, tentang Akreditasi yang berbunyi sebagai berikut :
1.      Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
2.      Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.
3.      Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka. 
4.      Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Mengingat pentingnya akreditasi sebagai salah satu upaya untuk menjamin dan mengendalikan kualitas pendidikan, maka pemerintah melalui Peraturan Mendiknas Nomor 29 Tahun 2005 membentuk Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M), sebagai pengganti institusi pelaksana akreditasi sekolah yang lama yaitu Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS). Pelaksanaan akreditasi oleh BAN-S/M didasarkan atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 60, serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang SNP. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 86 dinyatakan hal-hal sebagai berikut :
1.      Pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan.
2.      Kewenangan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula dilakukan oleh lembaga mandiri yang diberi kewenangan oleh Pemerintah untuk melakukan akreditasi.
3.      Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai bentuk akuntabilitas publik dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.
Sebagai perwujudan Perpu No.19 tahun 2005 maka dikeluarkan Peraturan Mendiknas Nomor 29 Tahun 2005, yaitu :
1)      Pasal 1 ayat (1) Peraturan Mendiknas tersebut dinyatakan bahwa, BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada SNP.
2)      Pasal 2 ayat (2) dinyatakan bahwa BAN-S/M merupakan badan nonstruktural yang bersifat nirlaba dan mandiri yang bertanggung jawab kepada Mendiknas. Sebagai institusi yang bersifat independen di bawah dan bertanggung jawab kepada Mendiknas, BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada SNP.
3)      pasal 7 ayat (1) dinyatakan bahwa tugas BAN-S/M adalah merumuskan kebijakan operasional, melakukan sosialisasi kebijakan, dan melaksanakan akreditasi sekolah/madrasah. Dalam melaksanakan akreditasi sekolah/madrasah BAN-S/M dibantu oleh Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/ Madrasah (BAP-S/M), seperti tercantum pada pasal 7 ayat (5). 
Berdasarkan dasar-dasar hukum penetapan akreditasi sekolah/madrasah, maka BAN-S/M perlu menyusun kebijakan dan pedoman Akreditasi Sekolah/Madrasah agar pelaksanaan akreditasi dapat berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan, prinsip, norma, dan prosedur yang berlaku. Sehingga kualitas pendidikan akan terwujud sesuai dengan yang diharapkan dari berbagai kalangan.


   II.      Persyaratan  dan Prosedur Akreditasi Sekolah

Sekolah merupakan sistem dari berbagai komponen dan saling terkait. Untuk mengetahui bahwa sekolah/madrasah tersebut layak, maka perlu dilakukan pengakreditasian. Sekolah yang diakreditasi meliputi Taman Kanak-kanak(TK)/Raudhatul Atfal(RA), Sekolah Dasar(SD)/Madrasah Ibtidaiyah(MI), Sekolah Menengah Pertama(SLTP)/Madrasah Tsanawiyah(MTs), Sekolah Menengah Umum(SMU)/Madrasah Aliyah(MA), Sekolah Luar Biasa(SLB), dan Sekolah Menengah Kejuruan(SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan(MAK). Berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/V/2002 tanggal 14 Juni 2004 tentang Akreditasi sekolah, Komponen sekolah yang mengalami penilaian adalah yang dikembangkan dari kualitas sekolah yaitu kurikulum dan proses belajar mengajar, manajemen sekolah, organisasi/kelembagaan sekolah, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat dan lingkungan/kultur sekolah/madrasah. Untuk melakukan akreditasisasi, Sekolah/madrasah harus memiliki berbagai persyaratan, yaitu :
·        Memiliki surat keputusan kelembagaan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) sekolah/madrasah,
·        Memiliki siswa pada semua tingkatan kelas,
·        Memiliki sarana dan prasarana pendidikan,
·        Memiliki tenaga kependidikan,
·        Melaksanakan kurikulum nasional, dan
·        Telah menamatkan peserta didik.
Akreditas dilakukan bagi sekolah/madrasah yang telah menyatakan siap melalui evaluasi diri dan melakukan pengajuan pemohonan akreditasi kepada BAP-S/M. Berikut mekanisme dan prosedur akreditasi sekolah/madrasah.
                                   

Diagram 3.1 mekanisme akreditasi sekolah/madrasah

Tahap-tahap untuk melakukan pengakreditasian, yaitu : Sekolah/madrasah sekolah/madrasah memenuhi syarat untuk akreditasi dan mendapat  rekomendasi dari Dinas Pendidikan lalu sekolah/madrasah mengajukan permohonan kepada BAN-S/M untuk melakukan proses akreditasi dengan mengisi instrumen evaluasi diri BAN-S/M dan mengembalikannya ke BAN-S/M, selanjutnya dilakukan penilaian Evaluasi Diri oleh BAN-S/M, Bila nilai Evaluasi Diri kurang dari 56 maka sekolah yang bersangkutan tidak layak untuk di visitasi. Dengan demikian proses akreditasi tidak dilanjutkan.
Pada tahap visitasi dan rapat pleno BAN-S/M, BAN-S/M membentuk dan menugaskan Tim asesor untuk melakukan visitasi ke sekolah (2-3 orang/ 2-5 hari/ sesuai kebutuhan), Tim asesor mengunjungi sekolah untuk verifikasi dan validasi data/informasi evaluasi diri, kemudian melakukan klarifikasi temuan dengan kepala sekolah/tim responden, Tim asesor membuat laporan individual dan laporan TIM untuk kemudian diserahkan ke BAN-S/M, dan rapat pleno BAN-S/M untuk menentukan hasil akreditasi dan menerbitkan Surat Kuputusan BAN-S/M. Jika tidak terakreditasi maka kembali peran dan pembinaan Pengawas Sekolah sangat dibutuhkan dalam melengkapi kembali komponen-komponen akreditasi yang masing kurang dan menyusun kembali Evaluasi Diri sekolah. Selanjutnya dapat mengajukan kembali untuk akreditasi pada tahun berikutnya.

                                                                              
III.      Manfaat dan Tujuan Akreditasi Sekolah/Madrasah

Akreditasi memiliki banyak manfaat dan tujuan untuk semua kalangan. Baik bagi kepala sekolah, guru, masyarakat (orang tua peserta didik) dan peserta didik.
a)            Kepala Sekolah/Madrasah
Bagi kepala sekolah/madrasah, akreditasi dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan kelayak sekolah/madrasah, meningkatkan kinerja warga sekolah/madrasah, termasuk kinerja kepala sekolah/madrasah selama periode kepemimpinannya serta menyusun program anggaran pendapatan dan belanja sekolah/madrasah.
b)            Guru
Untuk para guru, akreditasi dapat dijadikan suatu dorongan untuk melakukan atau memberi pelayanan yang lebih baik untuk meningkatkan pengetahuan peserta didiknya, guna meningkatkan atau setidaknya mempertahankan mutu sekolah/madrasah yang dinaunginya.

c)            Masyarakat (orang tua peserta didik)
Bagi kalangan masyarakat, khususnya para orang tua peserta didik, hasil akreditasi dapat dijadikan suatu informasi yang paling baik mengenai layananan pendidikan yang terdapat di sekolah/madrasah tersebut. Sehingga para orang tua peserta didik dapat memilih dan mengambil keputusan mengenai kebutuhan sekolah/madrasah atau dapat memilih sekolah/madrasah yang tepat untuk anak-anak mereka.
d)            Peserta didik
Secara tidak langsung, hasil akreditasi dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka karena mereka telah mendapatkan pendidikan yang layak selain itu menumbuhkan semangat peserta didik untuk meningkatkan kemampuan mereka. Sertifikat sekolah/madrasah yang terakreditasi merupakan bukti jika mereka telah mendapatkan pendidikan yang bermutu.

Akreditasi sekolah/madrasah bertujuan untuk memberikan informasi tentang kelayakan sekolah/madrasah atau program yang dilaksanakannya berdasarkan  Standar Nasional Pendidikan, mendapat pengakuan tingkat kelayakan dan memberikan rekomendasi mengenai mutu pendidikan kepada program dan/satuan pendidikan yang diakreditasi serta pihak yang terkait. Sedangakan menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/U/2002, menyebutkan bahwa akreditasi sekolah/madrsah bertujuan untuk :
·        Memperoleh gambaran kinerja sekolah yang dapat digunakan sebagai alat pembinaan, pengembangan dan peningkatan mutu
·        Menentukan tingkat kelayakan dan kinerja suatu sekolah dalam penyelenggaraan pelayan pendidikan
Selain tujuan tersebut, hasil akreditasi sekolah/madrasah bermanfaat sebagai berikut :
a.             Patokan untuk meningkatkan mutu sekolah/madrasah serta pengembangannya,
b.            Mengembangkan kinerja warga sekolah,
c.             Motivator, agar sekolah/madrasah dapat terus meningkatkan mutu pelayanan pendidikan secara bertahap, terencana dan kompetitif,
d.            Sebagai acuan untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dalam berbagai hal,
e.             Acuan bagi lembaga terkait dalam mempertimbangkan kewenangan sekolah/madrasah sebagai penyelenggara ujian nasional.



IV.      Fungsi Akreditasi
Dengan menggunakan instrumen akreditasi yang komprehensif, hasil akreditasi diharapkan dapat memetakan secara utuh profil sekolah/madrasah. Proses akreditasi sekolah/madrasah berfungsi untuk hal-hal berikut:
1.      Pengetahuan
Sebagai pusat informasi untuk semua pihak mengenai kelayakan sekolah/madrasah dilihat dari berbagai unsur yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
2.      Akuntabilitas
Sebagai pertanggung-jawaban sekolah/madrasah kepada semua kalangan masyarakat mengenai pemenuhan keinginan dan harapan masyarakat kepada sekolah/madrasah tentang kebutuhan pendidikan yang layak.
3.      Pengetahuan dan pengembangan
Sebagai dasar sekolah/madrasah untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan pendidikan demi meningkatkan mutu sekolah/madrasah tersebut.


   V.      Prinsip Akreditasi

Prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman untuk melaksanakan akreditasi sekolah/madrasah adalah sebagai berikut :
1)      Objektif
Akreditasi pada dasarnya merupakan penilaian mengenai kelayakan penyelenggaraan pendidikan pada suatu sekolah/madrasah. Agar hasil penilaian itu dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya untuk dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan maka dalam prosesnya digunakan indikator-indikator terkait dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan.
2)      Komprehensif
Pada pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah, penilaian meliputi berbagai komponen pendidikan yang bersifat menyeluruh, tidak hanya fokus pada aspek-aspek tertentu saja. Sehingga, hasil diperoleh dapat menggambarkan secara utuh kondisi kelayakan sekolah/madrasah dalam kenyataannya.
3)      Adil
Semua sekolah/madrasah yang melakukan akreditasi harus diperlakukan dengan sama rata tanpa membeda-bedakannya. Sekolah/madrasah harus dilayani sesuai dengan mekanisme yang berlaku serta tidak melakukan hal yang diskriminatif.
4)      Transparan
Data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah seperti kriteria, mekanisme kerja, jadwal serta sistem penilaian akreditasi dan lainnya harus disampaikan secara terbuka dan dapat diakses oleh siapa saja yang memerlukannya.
5)      Akuntabel
Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah harus dilaksanakan secara dipertanggung jawabkan dari segala sisi. Baik sisi penilai maupun keputusannya sesuai dengan aturan dan prosedur yang telah ditetapkan.
6)      Professional
Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi.



VI.      Peran Akreditasi terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan

Permasalahan mutu pendidikan pada satuan pendidikan tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dalam satu sistem yang saling mempengaruhi. Mutu luaran dipengaruhi oleh mutu masukan dan mutu proses. Secara eksternal, komponen masukan pendidikan secara signifikan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan pada satuan pendidikan adalah adanya intervensi kebijakan SNP. Proses pencapaian mutu satuan pendidikan melalui pemenuhan SNP tersebut meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Pencapaian mutu secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program secara terus menerus dan berkelanjutan merupakan upaya penjaminan mutu satuan pendidikan yang bersangkutan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 91 disebutkan bahwa, setiap satuan pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan bertujuan untuk memenuhi atau melampaui SNP. Penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas. Selanjutnya, pada pasal 1 ayat (18) dinyatakan bahwa penjaminan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan merupakan bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Dalam implementasinya, kegiatan penjaminan mutu dilakukan secara sinergis oleh berbagai pihak, baik pihak internal maupun pihak eksternal. Berikut merupakan peran unsur eksternal dan internal dalam penjaminan mutu pendidikan.


a.            Peran Unsur Eksternal
Penjaminan mutu ini dilakukan oleh berbagai pihak atau instansi  di luar satuan pendidikan yang secara fomal memiliki tugas dan fungsi berkaitan dengan penjaminan mutu pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi satuan pendidikan dalam meningkatkan mutu secara berkelanjutan.  Empat unsur yang berperan dalam penjaminan mutu oleh pihak ekstenal adalah sebagai berikut.
·        Penetapan SNP
SNP dikembangkan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 4). SNP dikembangkan oleh BSNP selanjutnya ditetapkan oleh Mendiknas dalam bentuk Permendiknas (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 76 dan 77). SNP yang telah ditetapkan digunakan sebagai acuan untuk dicapai atau dilampaui oleh setiap satuan pendidikan.
·        Pemenuhan SNP
Pemenuhan SNP dilaksanakan pada setiap satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, LPMP, dan instansi pembina pendidikan tingkat Pusat (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal ). Instansi atau lembaga tersebut membantu satuan pendidikan untuk memenuhi SNP melalui program-program pembinaan yang dilakukan sesuai kewenangannya.
·        Penentuan Kelayakan Satuan/Program
Penilaian kelayakan satuan/program pendidikan dilakukan dengan cara mengecek derajat pemenuhan SNP yang telah dicapai oleh satuan/program pendidikan dengan mengacu pada kriteria SNP. Kegiatan penilaian ini dilakukan oleh BAN-S/M sebagai bentuk akuntabilitas publik [Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 60; Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 86 dan 87; serta Permendiknas Nomor 29 Tahun 2005, Pasal 1]. Hasil akreditasi dalam bentuk peringkat kelayakan dan rekomendasi tindak lanjut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam program pemenuhan SNP baik oleh satuan pendidikan maupun instansi-instansi pembina satuan yang bersangkutan.
·        Penilaian Hasil Belajar dan Evaluasi Belajar
Penilaian hasil belajar dan evaluasi pendidikan sebagai acuan dalam penjaminan mutu diimplementasikan dalam bentuk:
(a) Ujian Nasional (UN), Ujian Akhir Sekolah Bertaraf Nasional  (UASBN) [Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 66 sampai 71];
(b) Uji Kompetensi Lulusan [Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 89];
(c) Evaluasi kinerja pendidikan oleh pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota; serta Lembaga Evaluasi Mandiri yang dibentuk masyarakat atau organisasi profesi untuk menilai pencapaian SNP [Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 78].
b.            Peran Unsur Internal
Dalam hal ini, penjaminan mutu secara internal dilakukan oleh masing-masing satuan pendidikan, yang berdasarkan pada:
·        Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 29 Ayat 1
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas .
·        Permendiknas No. 22 Tahun 2006
Satuan pendidikan mengembangkan visi dan misi.
·        Permendiknas No. 41 Tahun 2007
Satuan pendidikan mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
·        Permendiknas No. 20 Tahun 2007
Satuan pendidikan melakukan penilaian hasil belajar termasuk ujian sekolah /madrasah.
·        Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 78
Satuan pendidikan melakukan evaluasi kinerja pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
·        Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 91 Ayat 2
Satuan pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan, untuk memenuhi atau melampaui SNP.
c.             Peran BAN-S/M
Menurut Permendiknas Nomor 29 Tahun 2006, Pasal 1 ayat  (1), BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada SNP. BAN-S/M, memberikan rekomendasi penjaminan mutu pendidikan kepada program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi, kepada Pemerintah, dan Pemda [Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 91]. 
Peran BAN-S/M dalam penjaminan mutu pendidikan tidak terlepas dari peran kegiatan akreditasi sebagai unsur eksternal yang hasilnya (baik berupa peringkat akreditasi maupun rekomendasi tindak lanjut) disampaikan kepada setiap satuan pendidikan dan berbagai instansi penyelenggara dan pembina satuan pendidikan sebagai masukan dalam upaya perbaikan, pengembangan, dan penyempurnaan mutu dalam rangka penjaminan mutu pendidikan.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com